RENUNGAN
Sebuah Pelajaran Sederhana
Dia adalah remaja lelaki yang berusia 13 tahun. Di rumah kecil sederhana tempat ia dikasihi seisi rumah. Ibunya biasa memanggilnya dengan sebutan “ Hey , calon ayah yang baik...!” atau “ Hey, calon ayah yang peduli ...!” Di lain waktu ia kerap dipanggil , “ Wahai calon ayah yang suka berbagi ...!” Dan dibanyak kesempatan sering pula terdengar panggilan,” Anakku calon lelaki terbaik di muka bumi ...!” Hmm...unik ya?
Ada banyak “ keunikan “ lain di rumah itu. Antara lain, bukan hanya kepada ayah dan ibu ia mencium tangan, tetapi juga kepada mbak dan ibu khadimat ( pembantu . red ), Pak sopir dan Pak kebun, Ibu penjual pepaya keranjang, Bapak sol sepatu, Bapak petugas kebersihan, Om pengantar koran, Paman-paman satpam, Om-om tukang ojek ..sedangkan terhadapa para tamu jauh, kompor mereka pasti menyala, lemari pakaian dibuka, dompet dan tabungan kerap dikeluarkan isinya.
Berikan yang terbaik
Nah, suatu hari, remaja berusia 13 tahun ini membukakan pintu untuk seorang ibu tidak dikenal yang mengaku datang dari luar kota. Ibu itu beruntung mendapatkan separuh isi lemari peralatan ibadah yang berisi beberapa barang terbaik, beberapa diantaranya hadiah dari kenalan dan ada juga yang baru dibeli.
Hihihi...si anak lelaki ini bergeming dia, menekuri tuts komputernya ketika perilakunya itu diadukan ibu khadimatnya pada ibunya. Salah seorang diantara kerabat mereka mengatakan, kalaulah tahu benda-benda bagus itu akan diberikan pada musafir tidak dikenal, dia akan minta terlebih dahulu. “ Kenapa tidak memberi yang bekas saja ? Yang bekas juag masih bagus, kok “
Sang remaja 13 tahun, sang calon ayah dan lelaki terbaik dimuka bumi itu mendengar semua “ dakwaan “ untuknya sambil menekur. Ketika usapan sang ibu sampai diujung rambut dan punggung, sang remaja muda ini mengangkat kepalanya, lalu memandang wajah ibunya seraya berkata “Ibu marah, ya?”
“ Menurutmu, patutkah aku marah dalam hal ini ?” sang ibu balik bertanya. Anak lelaki itu terdiam sesaat lalu menjawab, “ Bukankah Ibu selalu mengatakan, “ Berikan yang terbaik pada saudaramu’ dan aku menjalankannya. Kalau soal jumlah, kupikir kalau aku berikan serep beberapa, tentu ibu musafir itu tambah panjang usia ibadahnya. Sajadah dan mukena yang ku tambahkan selain yang untuk serep, kuharap akan menambah jumlah orang yang rajin sholat dan ibadah. Kan ibu itu tidak mungkin memakai semuanya. Dia bisa memberikan kepada saudaranya, anaknya atau tetangganya yang miskin juga. Sudah ku hitung, sisanya cukup untuk beribadah seisi rumah.”
“ Kau benar, anakku...!” jawab sang ibu.
Lelaki muda berusia 13 tahun itu saja bisa menggunakan akal dan nuraninya dengan arif dan antisipatif. Bagaimana denganmu wahai ayah yang peduli? Ayah yang suka berbagi ?
( dikutip dari buletin Alfalah edisi khussu milad-228)
Ketika membaca tulisan diatas ada keharuan yang sangat air mata tak terasa meleleh .....bukan hanya kisah yang sangat bagus untuk kita renungkan khususnya bagi calon-calon ayah dan ayah-ayah yang ada sekarang , tapi keharuan yang sangat atas seorang ibu yang bisa membuat anak remaja 13 tahun mempunyai jiwa yang begitu bagus , nuraninya yang arif ....
Ibu adalah madrasah yang pertama di muka bumi ini . Di tangan ibulah insan-insan baru kan terbentuk pribadinya ......
Ibu remaja tadi sungguh ibu yang mulia yang dengan ajarannya dan didikannya bisa melahirkan remaja yang masih 13 tahun mempunyai pribadi yang bisa peduli yang suka berbagi , peduli sesama bahkan dia memikirkan jauh dari yang bisa kita bayangkan. Ibu yang arif dan bijaksana.
Sudah siapkah calon ibu-ibu dan ibu –ibu yang yang ada melahirkan remaja-remaja yang mempunyai akal dan nurani yang arif dan antisipatif ?
Dia adalah remaja lelaki yang berusia 13 tahun. Di rumah kecil sederhana tempat ia dikasihi seisi rumah. Ibunya biasa memanggilnya dengan sebutan “ Hey , calon ayah yang baik...!” atau “ Hey, calon ayah yang peduli ...!” Di lain waktu ia kerap dipanggil , “ Wahai calon ayah yang suka berbagi ...!” Dan dibanyak kesempatan sering pula terdengar panggilan,” Anakku calon lelaki terbaik di muka bumi ...!” Hmm...unik ya?
Ada banyak “ keunikan “ lain di rumah itu. Antara lain, bukan hanya kepada ayah dan ibu ia mencium tangan, tetapi juga kepada mbak dan ibu khadimat ( pembantu . red ), Pak sopir dan Pak kebun, Ibu penjual pepaya keranjang, Bapak sol sepatu, Bapak petugas kebersihan, Om pengantar koran, Paman-paman satpam, Om-om tukang ojek ..sedangkan terhadapa para tamu jauh, kompor mereka pasti menyala, lemari pakaian dibuka, dompet dan tabungan kerap dikeluarkan isinya.
Berikan yang terbaik
Nah, suatu hari, remaja berusia 13 tahun ini membukakan pintu untuk seorang ibu tidak dikenal yang mengaku datang dari luar kota. Ibu itu beruntung mendapatkan separuh isi lemari peralatan ibadah yang berisi beberapa barang terbaik, beberapa diantaranya hadiah dari kenalan dan ada juga yang baru dibeli.
Hihihi...si anak lelaki ini bergeming dia, menekuri tuts komputernya ketika perilakunya itu diadukan ibu khadimatnya pada ibunya. Salah seorang diantara kerabat mereka mengatakan, kalaulah tahu benda-benda bagus itu akan diberikan pada musafir tidak dikenal, dia akan minta terlebih dahulu. “ Kenapa tidak memberi yang bekas saja ? Yang bekas juag masih bagus, kok “
Sang remaja 13 tahun, sang calon ayah dan lelaki terbaik dimuka bumi itu mendengar semua “ dakwaan “ untuknya sambil menekur. Ketika usapan sang ibu sampai diujung rambut dan punggung, sang remaja muda ini mengangkat kepalanya, lalu memandang wajah ibunya seraya berkata “Ibu marah, ya?”
“ Menurutmu, patutkah aku marah dalam hal ini ?” sang ibu balik bertanya. Anak lelaki itu terdiam sesaat lalu menjawab, “ Bukankah Ibu selalu mengatakan, “ Berikan yang terbaik pada saudaramu’ dan aku menjalankannya. Kalau soal jumlah, kupikir kalau aku berikan serep beberapa, tentu ibu musafir itu tambah panjang usia ibadahnya. Sajadah dan mukena yang ku tambahkan selain yang untuk serep, kuharap akan menambah jumlah orang yang rajin sholat dan ibadah. Kan ibu itu tidak mungkin memakai semuanya. Dia bisa memberikan kepada saudaranya, anaknya atau tetangganya yang miskin juga. Sudah ku hitung, sisanya cukup untuk beribadah seisi rumah.”
“ Kau benar, anakku...!” jawab sang ibu.
Lelaki muda berusia 13 tahun itu saja bisa menggunakan akal dan nuraninya dengan arif dan antisipatif. Bagaimana denganmu wahai ayah yang peduli? Ayah yang suka berbagi ?
( dikutip dari buletin Alfalah edisi khussu milad-228)
Ketika membaca tulisan diatas ada keharuan yang sangat air mata tak terasa meleleh .....bukan hanya kisah yang sangat bagus untuk kita renungkan khususnya bagi calon-calon ayah dan ayah-ayah yang ada sekarang , tapi keharuan yang sangat atas seorang ibu yang bisa membuat anak remaja 13 tahun mempunyai jiwa yang begitu bagus , nuraninya yang arif ....
Ibu adalah madrasah yang pertama di muka bumi ini . Di tangan ibulah insan-insan baru kan terbentuk pribadinya ......
Ibu remaja tadi sungguh ibu yang mulia yang dengan ajarannya dan didikannya bisa melahirkan remaja yang masih 13 tahun mempunyai pribadi yang bisa peduli yang suka berbagi , peduli sesama bahkan dia memikirkan jauh dari yang bisa kita bayangkan. Ibu yang arif dan bijaksana.
Sudah siapkah calon ibu-ibu dan ibu –ibu yang yang ada melahirkan remaja-remaja yang mempunyai akal dan nurani yang arif dan antisipatif ?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home